Kamis, 24 Februari 2011

KEEGOISAN BANGSA INDONESIA MASA KINI

Diabad ke 21 sekarang ini, era globalisasi semakin menjadi-jadi. Dimana setiap orang, terutama bangsa Indonesia dituntut dalam kehidupan yang mengglobalisasi. Didalam hal itu bangsa Indonesia berlomba-lomba mencari kehidupan materialistis untuk mencukupi hidupnya. Untuk mendapatkan materi tersebut seseorang dituntut berpendidikan tinggi dan mampu bersaing dalam dunia nyata. Kebanyakan dari kita mementingkan diri sendiri ketimbang orang lain. Misal, dalam urusan pendidikan, seseorang akan berfikiran belajar, bekerja hanya untuk kehidupan diri sendiri dan sering kali dari kita beranggapan "Kawan didalam pendidikan, tetapi lawan diluar pendidikan".

Keegoisan ini pun tidak memandang kaya atau miskin. Orang kaya beregoisme dengan materinya untuk mendapatkan kekayaan materi yang lebih banyak dan memajukan keturunanya agar kekayaannya tetap terjaga turun temurun serta kebanyakan dari mereka tidak memandang orang lain. Orang miskin pun tak kalah egoisnya. Walaupun tak punya harta berlimpah, yang penting diri sendiri. Sekalipun punya harta, lebih egois lagi.

Sebenarnya, justru di era globalisasi kita harus saling bekerja sama antar sesama. Lagi pula keuntungan yang didapat pun akan lebih banyak dan bermanfaat untuk kita dan orang lain. Justru egoislah penghancur bangsa, karena etisnya manusia dapat sukses berkat orang lain yang membantu. Orang dapat dikatakan kaya karena ada orang miskin, begitu juga orang dikatakan miskin karena adanya orang kaya. Dan satu lagi, manusia adalah makhluk sosial yang tak bisa hidup tanpa orang lain.

Kamis, 17 Februari 2011

BANGSA INDONESIA YANG MASIH MEMPERCAYAI ADAT ISTIADAT NENEK MOYANG

Indonesia yang kita ketahui merupakan negara kepulauan yang terbentang dari sabang sampai merauke. Mempunyai sejarah panjang Negara Indonesia yang tak lepas dari kehidupan dan adat istiadat nenek moyang bangsa Indonesia yang terdahulu. Dimana sebagian bangsa Indonesia hingga kini masih mempercayainya. Walau banyak yang bilang itu mitos atau tahayul.

Mungkin untuk dikota-kota besar hal ini sangat sedikit yang mempercayainya, tetapi kalau kita melihat didaerah-daerah pedalaman hal ini sudah biasa mereka lakukan turun temurun. Sebagai contoh, ada suatu tradisi di daerah jawa yang disebut grebeg suro dimana nanti makanan berupa buah-buahan yang disusun seperti tumpeng diserbu orang banyak. Bahwa mereka percaya dengan makanan ini dapat membawa berkah. Dengan contoh diatas ada penilaian sebagian kalangan masyarakat yang melihat hal ini suatu kepercayaan yang diturunkan turun temurun, karena rizki yang berkah dapat diperoleh dari kerja keras dan berdoa. Sebagai contoh lagi, yang lumrah dilakukan kebanyakan orang-orang Indonesia yakni mendatangi dukun-dukun yang dipercayai bisa memenuhi semua permintaan. Walaupun ini sangat tidak masuk akal dan musyrik(menyekutukan Tuhan) hukumnya serta mendapat dosa besar. Tetapi secara diam-diam banyak orang-orang Indonesia yang melakukannya karena kebanyakan dari mereka tidak sabar menjalani hidup. Tujuannya pun berbeda-beda. Kalau di kota-kota besar, biasanya orang-orang yang mencari jalan pintas menjadi kaya. Tetapi kalau di daerah pedalaman-pedalaman dukun digunakan untuk memanggil dan mengusir roh-roh halus ,biasanya dalam acara adat istiadat tertentu.

Tetapi budaya nenek moyang bukan hanya itu saja, melainkan dari perkataan-perkataan berupa perintah atau larangan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ada larangan "Jangan duduk didepan pintu, karena akan jauh jodohnya". Padahal secara logika, tidak ada hubungannya antara duduk didepan pintu dengan jodoh, seperti yang kita ketahui jodoh sudah ada yang mengatur yakni Yang Maha Kuasa bukan di pintu. Jika kita pikir secara jernih, larangan diatas merupakan gertakan agar jangan menghalangi orang yang ingin hilir keluar masuk pintu. Ada satu contoh lagi, "Jika menyapu tidak bersih , nanti dapat jodoh yang tidak menarik". Sama seperti diatas, ini hanyalah sebuah gertakan agar jangan malas-malas bersih-bersih seperti halnya menyapu karena nantinya akan tidak bersih.

Mungkin contoh-contoh diatas merupakan perkataan-perkataan gertakan dari jaman nenek moyang kita dulu. Tetapi dalam mitos kita boleh percaya atau tidak. Didalam salah satu tradisi jawa pernah ada dan hingga kini masih dipercaya. Mitos tersebut berbunyi "Bahwa perempuan yang sedang hamil dilarang melihat bulan purnama, karena nanti anak yang dilahirkan akan memiliki kulit yang belang. Saya sendiri tidak tahu ini sebuah gertakan atau bukan. Tapi yang sudah saya ketahui dari ibu-ibu yang mempunyai anak memiliki kulit belang, bahwa mereka pernah melihat bulan purnama saat mereka hamil dulu dan ini kenyataan.

Inilah salah satu dari sekian banyak budaya bangsa Indonesia yang hingga kita turun temurun mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari. Entah ini mitos atau bukan, tapi inilah budaya yang kita miliki dinegara kita.